Artikel Seputar Penentuan 1 Syawal

 MENYIKAPI KEBINGUNGAN UMMAT DALAM PENENTUAN 1 SYAWAL 1436 H/2015 M

Oleh: DR. H. Husnul Yaqin, S.HI, MH (*)

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya manaazila-manaazila (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) kepada orang-orang yang mengetahui” (Q.S. Yunus:5).
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila hilal tertutup awan atasmu maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh” (H.R. Mutafaq alaihi).

Pemikiran Hisab Rukyah Madzhab Rukyah
Dalam menentukan Hisab Rukyah menurut madzhab rukyah dan hisab terdapat beberapa madzhab-madzhab kecil yang mempunyai perbedaan pendapat yang prinsip, dan Nahdhatul Ulama’ termasuk yang salah satunya madzhab kecil didalamnya. Madzhab-madzhab kecil tersebut muncul karena adanya perbedaan pemahaman Term Rukyah, diantaranya dalam hal:

a.  Pemahaman Matla’
    Ada yang berpendapat bahwa hasil rukyah di suatu tempat berlaku diseluruh dunia, dengan argument bahwa Hadis-hadis hisab rukyah khitabnya ditujukan kepada seluruh umat Islam di dunia tanpa dibedakan oleh perbedaan geografis dan batas-batas daerah kekuasaan. Pemikiran inilah yang terkenal dengan rukyah Internasional yang dipegang oleh komisi penyatuan kalender Hijriyah Internasional.
Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa hasil rukyah di suatu tempat hanya berlaku di suatu daerah kekuasaan hakim yang mengitsbatkan hasil sebagaimana pemikiran yang selama ini dipegangi oleh ormas tertentu secara Institusi
b.   Pemahaman Keadilan
    Dalam hal ini semestinya tidak murni permasalahan rukyah, namun sangat terkait dengan permasalahan hisab. Karena penilaian bahwa seseorang “adil” dalam hal melihat hilal, orang menilainya sangat berkaitan dengan perhitungan hisab dimana hilal itu telah dilihat.
     Permasalahan ini sebagaimana dalam kasus 1 Syawal 1412, 1413 dan 1414 H. yang merupakan kasus tidak dapat diterimanya laporan rukyah karena masih dibawah ufuk, tahun 1418 juga telah terulang lagi, hanya saja terdapat perbedaan. Untuk tahun 1418 H pada waktu itu semua sistem sepakat bahwa pada saat matahari terbenam tanggal 28 Januari 1998 hilal 1 Syawal sudah wujud (diatas ufuk 0-1,5 derajat) tetapi belum imkanur rukyah. Berkaitan dengan itu, Musyawarah kerja hisab rukyah tahun 1998 belum bisa memutuskan 1 syawal 1418 H berdasarkan perhitungan yang ada karena belum imkanur rukyah.

Pemikiran Hisab Rukyah Madzhab Hisab
Sebagaimana pemikiran Madzhab rukyah, Madzhab hisabpun juga di dalamnya terdapat ragam pemikiran Madzhab-madzhab kecil sebagai dampak dari adanya perbedaan sistem yang dipakai atau yang dipegangi. Di Indonesia ini banyak sistem hisab yang berkembang, hanya saja jika ditilik dari dasar pijakannya terbagi pada dua macam yaitu hisab ‘Urfi dan hisab Hakiki.
Hisab Urfi dalam konteks ke –Indonesiaan sebagaimana dalam pemikiran hisab rukyah madzhab tradisional ala Islam Jawa yang terekam dalam sistem Aboge dan Asapon. Sedangkan mengenai hisab hakiki dapat dipilah pada pendirian yang mendasarkan pada Ijtima’, yakni sistem yang berpendapat bahwa hakekat bulan Qomariah itu dimulai sejak terjadinya Ijtima’. Dalam kalangan pemikir hisab terkenal dengan istilah Ijtimaun Nayyirain Ithbatun Baynasy-syahrain, yang sesuai dengan ketentuan astronomi bahwa konjungsi merupakan batas antar dua lunar months.
Kemudian Sistem hisab yang mendasarkan pada posisi hilal, yakni penentuan awal Qamariah tidak hanya didasarkan pada Ijtima’ melainkan diperhatikan posisi hilal diatas ufuk saat terbenan setelah terjadinya Ijtima’.
Dalam sistim ini terbagi menjadi tiga :
1.      Sistem yang berpedoman pada ufuk hakiki, yakni ufuk yang berjarak 90 derajat dari titik zenith. Prinsip utama dalam sistem adalah sudah masuk bulan baru. Bila hasil menyatakan hilal sudah diatas ufuk hakiki (positif) walaupun tidak imkanur rukyah. Sistem  ini  dikenal dengan sistem hisab wujudul hilal sebagaimana  prinsip yang dipegang oleh salah satu ormas secara institusi.
2.      Sistem yang berpedoman pada ufuk mar’i, yakni ufuk hakiki dengan mempertimbangkan refraksi (bias cahaya) dan tinggi tempat observasi, sebagaimana pendapat yang dipegang mazdhab kecil (kalender) menara kudus.
3.      Sistem yang berdasarkan Imkanur Rukyah dalam posisi hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki atau mar’i, awal bulan qomariyah masih tetap belum dapat ditetapkan, kecuali apabila hilal sudah mencapai posisi yang sudah dinyatakan dapat dilihat.
Mengenai sistem Imkanur Rukyah para ulama’ ahli hisab dan rukyah serta para perwakilan organisasi masyarakat (Ormas) Islam mengadakan musyawarah tentang kriteria Imkanur Rukyah untuk wilayah Indonesia. Dimana keputusan musyawarah baru dihasilkan pada tanggal 28 September 1998 sebagaimana berikut:
1.      Penentuan awal bulan Qomariyah (tanggal 1 Hijriyah) didasarkan pada sistem hisab Hakiki, Tahkiki dan Rukyah.
2.      Penentuan awal bulan Qomariyah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdloh, yaitu: awal Ramadhan, Syawal, dan awal Dzulhijjah ditetapkan dengan memperhitungkan hisab Hakiki, Tahkiki dan Rukyah.
3.      Kesaksian Rukyah dapat diterima apabila ketinggian hilal 20 dan jarak Ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam.
4.      Kesaksian Rukyatul Hilal dapat diterima apabila ketinggian hilal kurang dari 20 maka awal bulan qomariyah ditetapkan berdasarkan Istikmal.
5.      Apabila ketinggian hilal 20 atau lebih, maka awal bulan qomariyah dapat ditetapkan.
6.      Kriteria Imkanur Rukyah tersebut diatas akan diadakan penelitian lebih lanjut.
7.      Menghimbau kepada seluruh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam mensosialisasikan keputusan ini.
8.      Dalam melaksanakan Isbat, pemerintah mendengarkan pendapat-pendapat dari organisasi kemasyarakatan Islam dan para ahli.
Dalam menanggapi ketetapan tersebut terdapat sesuatu yang menarik, yakni bahwa walau sudah disepakati adanya batasan Imkanur Rukyah, namun belum disepakati tentang boleh dan tidaknya penetapan awal bulan dengan berdasarkan pada Imkanur Rukyah. Dimana NU masih belum membolehkannya, sementara Muhammadiyah juga masih berpegang pada hisab Wujudul Hilal, walaupun dalam muker 1999/2000 baik NU maupun Muhammadiyah menyatakan akan membahas masalah kriteria Imkanur Rukyah tersebut pada Muktamarnya masing-masing. Namun sampai sekarang juga masih berpegang pada prinsipnya masing-masing, sehingga sekarang sistem Imkanur Rukyah ini terkesan sebagai madzhab pemerintah.
Lepas dari itu, lahirnya sistem Imkanur Rukyah yang ada di Indonesia menurut hemat penulis karena terilhami adanya batas Imkanur Rukyah 20 yang lebih awal di putuskan oleh Komite Penyelarasan Rukyah dan Taqwin Islam MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura).
Oleh karena itu, dengan melihat fenomena di atas, maka kiranya wajar jika di Indonesia selama ini sering terjadi perbedaan dalam penetapan awal dan akhir bulan Qomariyah sebagaimana yang terjadi pada saat sekarang ini dalam penentuan 1 Syawal 1436 H/2015 M.
Menurut perhitungan hisab awal bulan 1 Syawal 1436 H / 2015 dimungkinkan ada perbedaan hari raya ada yang tanggal 17 juli dan ada juga yang 18 juli 2015, karena dalam perhitungan hisab untuk lokasi Jayapura atau Papua ini baru 1 Derajat 40 Menit dan ini bulan sulit untuk dilihat karena masih di bawah 2 derajat dan belum imkanur rukyah.
Adapun kepastian 1 Syawal 1436 H/2015 M mari kita bersama-sama menunggu pengumuman hasil sidang isbat pemerintah dalam hal ini akan diumumkan secara langsung oleh menteri Agama RI yang Insyaallah akan dilaksanak pada tanggal 16 Juli 2015 pukul 19: 30 WIB atau 21: 30 WIT. Semoga Ibadah puasa kita diterima oleh Allah swt. Amiin Ya Rabbal ’Alamin...

(*) Penulis adalah Dosen STAIN AL-Fatah Jayapura










Postingan populer dari blog ini

Musorma harus Menghasilkan Pemimpin yang Memiliki Integritas

IAIN Fattahul Muluk Papua Raih Akreditasi B dari BAN-PT