Webinar Fakultas Syariah: Perempuan Papua Miliki Beban Kerja Lebih Besar

 


(iainfmpapua.ac.id) – Dalam beberapa struktur masyarakat, beban kerja perempuan Papua lebih besar dibanding laki-laki. Akademisi Universitas Cenderawasih Elvira Rumkabu menyampaikan hal ini dalam Webinar Nasional dengan tema ‘Perempuan Papua Menyulam Asa Dalam Bait Kekerasan’ yang digelar Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua secara virtual, 3 Oktober 2022.

“Di beberapa tempat, kondisi kaum perempuan mengalami kesulitan dan kekurangan air bersih, kemudian kematian anak, serta hak produksi yang tidak terjamin, tapi mereka tetap memiliki semangat juang dan mandiri dengan tetap berdagang dan berjualan,” terangnya. Dari hal tersebut, lanjutnya, dapat terlihat bahwa perempuan Papua dalam struktur masyarakat memiliki beban kerja yang lebih besar. “ini  seringkali menyebabkan kekerasan bagi kaum perempuan baik dari sisi struktural maupun kultural,” ujarnya.

Dalam materinya ‘Perempuan Papua, Kekerasan dan Siasat Penghidupan’, ia juga memaparkan bahwa perempuan Papua itu memiliki ciri khas. “Namun tidak terpaku pada satu identitas tunggal saja, contohnya secara fisik memiliki ciri yang berbeda-beda antara perempuan Papua satu dan yang lain,” paparnya. Menurutnya dalam pengelolaan sumber daya alam, perempuan Papua biasanya berdagang dari hasil tanaman kebun sendiri. “Dari survey dan penelitian yang pihak kami lakukan, banyak dari dagangan mereka sering ditawar dengan harga yang tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian,” jelasnya. Elvira juga menekankan bahwa perbandingan beban kerja antara perempuan dan laki-laki dalam konteks masyarakat Papua sebenarnya sudah ada pembagiannya. “Laki-laki memiliki tugas utama yakni berburu sedangkan perempuan akan menjual hasil kebun mereka serta melakukan tugas lain seperti mencari air bersih dan lainnya,” imbuhnya.

Menurutnya, hal yang paling sulit untuk masyarakat Papua khususnya adalah masalah sistem pelayanan kesehatan dan pendidikan. “Untuk pengamatan di Kampung Aiwa, hal itu juga berdampak besar bagi kaum perempuan karena di kampung tersebut belum ada akses untuk menjangkau air bersih, sehingga dari sisi kesehatan reproduksi ketika perempuan mengalami menstruasi akan mengalami kesulitan,” ujarnya. Selain itu, ketika perempuan akan melahirkan juga sulit untuk mengakses puskesmas. “Sehingga mereka akan melahirkan secara manual di tempat tinggal sendiri, hal ini cukup rentan membahayakan kesehatan mereka,” tuturnya. 

Dalam sambutan sebelumnya, Plt. Dekan Fakultas Syariah, Dr. H. Moh. Wahib, Lc., M.A menyampaikan bahwa topik kegiatan ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada mahasiswa terkait kondisi di Papua dalam hal sejarah sosial dan sosiologi perempuan. “Bagaimana kehidupan perempuan Papua baik yang dari pegunungan maupun pantai, dari sisi pekerjaan hingga mempunyai anak, agar mahasiswa dapat lebih memahami terkait sosiologi masyarakat Papua khususnya yang berkaitan dengan materi dan teori hukum,” terangnya.

Dosen Antropologi IAIN Fattahul Muluk Papua Dr. Ade Yamin, M.A menerangkan bahwa perbincangan tentang perempuan Papua adalah bicara tentang upaya merangkai dan menyulam asa sekalipun dalam ‘pelukan’ kekerasan. “Webinar ini akan mengajak kita untuk melihat lebih dekat potret perempuan Papua yang berkawan akrab dengan kekerasan, namun masih tetap menyulam asa demi masa depannya,” tuturnya.

Kegiatan ini diikuti oleh seluruh mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Fattahul Muluk Papua serta peserta dari mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Gresik dan UIN Satu Tulungagung. (Za/Is/Zul/Her/Ran)

Postingan populer dari blog ini

Musorma harus Menghasilkan Pemimpin yang Memiliki Integritas

IAIN Fattahul Muluk Papua Raih Akreditasi B dari BAN-PT