ARTIKEL | ‘MODERASI KENTARA KAKI’

 


Oleh Prof. Dr. H. Idrus Alhamid, S.Ag, M.Si

Suara Minor Cendekia Poros INTIM

 

Sudah pasti kita mengetahui, bahwa kata moderasi berasal dari Bahasa Latin ‘Moderâtio’, yang berarti ‘ke-sedang-an’. Maksud ‘sedang’ di sini ialah tidak kelebihan dan tidak kekurangan. Secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah moderasi berakar dari kata sifat ‘moderat’ yang berarti selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem. Kata ini juga bisa dimaknai berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah.

 

Belakangan ini, banyak kelompok yang menggunakan istilah ‘Moderasi’ untuk menangkal kaum yang selalu berbeda atau sering disebut ‘Radikalis Ekstrimis’ yang untuk itu, kelompok ini dipandang selalu menyelesaikan masalah dengan emosi bukan dengan ‘Akal Budi’. Namun kalau ditelusuri, berbagai mediapun sedang bermunculan kaum yang belakangan ini menggaungkan tema-tema moderat beragama dan berbudaya, untuk  menggiring opini Indonesia raya, namun esensinya mereka sedang bersandiwara bergelindang dengan harta, tahta dan mungkin wanita. Mereka tidak sadari tapak-tapak kaki mereka tampak di ‘Historiy Pribadi’, yang untuk itu kita harus waspadai jika mengarah ke perpecahan sesama anak bangsa Indonesia Raya, karena musuh kita yakni, ‘Naga Genit’ sedang gentayangan di mana-mana.

 

Sudah saatnya kita lahirkan moderasi tanpa alas kaki yang basisnya adalah ‘Akal Budi’ seperti leluhur di tanah ini {bc. NKRI}. Mereka ikhlas bersatu-padu melahirkan kesepakatan dalam ‘Gagasan Nusantara’ yakni, perpaduan gugus pulau yang indah bagaikan zamrud khatulistiwa yang harus tetap terjaga. Bangsa kita adalah bangsa yang menguntai solusi, bukan selalu buat sugesti huru-hara seperti halnya negeri-negeri jiran yang hanya beda pendapat dan atau pendapatan melahirkan perpecahan.

Bro, mari kita waspada, karena ‘Mata Elang Kaum Kapitalis Naga Genit’ selalu mengintai di manapun anak negeri berada. Ingat Bung, kita bukan penumpang di NKRI, kita bukan sampah peradaban di negeri sendiri. Jangan ajari kami berperilaku moderat dan jangan ajari kami bagaimana bersyahadat. Kami yakin sedari dahulu kala, poro kiyai dan habaib di nusantara telah mengajari kami untuk menyatakan kebenaran meskipun di hadapan terali neraka jahanam dalam bayang-bayang sempitnya dunia.

 

Saudara-saudaraku,

‘Moderasi Kentara Kaki’, itu mitologis modern zaman covid, yang sengaja saya ciptakan untuk memantik setiap kita agar menyadari bahwa setiap tapak kaki kita harus mencerminkan budaya malu seperti halnya leluhur kita. Mereka tidak pernah tergiur oleh tahta, harta dan wanita, melainkan semua itu dengan sendirinya datang bersimpuh di hadapan para kiyai dan habaib yang orisinil mempertahankan, moderasi ala nusantara. Kita harus kembali memahami bahwa Indonesia Raya adalah Tanah Pusaka bukan pemberian penjajah, kita bersatu karena makan tahu dan tempe bersama tanpa persekusi sesama. (*)

 

Jayapura, 28 Maret 2021

 Sang Profesor. Si Hitam Manis Pelipur Lara di timur Nusantara mengajak kita untuk kembali bersama, membangun cita-cita leluhur Bangsa Indonesia Raya tanah pusaka.

Postingan populer dari blog ini

Musorma harus Menghasilkan Pemimpin yang Memiliki Integritas

IAIN Fattahul Muluk Papua Raih Akreditasi B dari BAN-PT