‘Saya Suka Kopi Pahit, Karena Hidup Saya Sudah Terlalu Manis’
Suasana stand kopi saat jam istirahat kuliah |
(www.iainpapua.ac.id) – “Saya suka kopi yang rasanya agak pahit karena hidup saya sudah terlalu manis,”canda Muhammad Nur Amiruddin, saat menikmati secangkir kopi di stand ‘Warung Ko-Pie’ di area Kantin Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua, 5 Desember 2019.
Stand kopi yang dikelola Eko Roy Solihin, Syahrudin (Udin), dan Ilyas Satriaji ini menjual kopi dengan aneka rasa. Mahasiswa Prodi Perbankan Syariah ini mengatakan, proses pembuatan kopi memunculkan banyak keunikan.“Awalnya kami iseng-iseng ngobrol bertemu di tempat lokasi KKN yang sama, sehingga tercetuslah ide untuk membuka Stand kopi sekalian untuk mengisi waktu luang kuliah sambil menungu pengajuan judul proposal skripsi,” tutur Eko dan Udin saat ditemui Tim Humas IAIN Fattahul Muluk Papua.
Nama ‘Warung Ko-Pie’-pun ada filosofinya.“Kata ‘Ko’ berasal dari bahasa sehari-hari di Papua yang artinya kamu, sedangkan ‘Pie’ berasal dari bahasa Jawa yang artinya bagaimana, kalau digabungkan jadinya ‘kamu bagaimana?’,jadi Stand Ko-Pie kami adalah tempat saling menanyakan kabar, tempat nongkrong atau tempat sharing satu sama lain,“ imbuhnya. Eko dan teman lainnya mengaku berusaha berjualan kopi ini menggunakan uang tabungan. Mereka bertiga melengkapi usahanya dengan alat-alat peracik kopi yang harganya lumayan mahal bagi kantong mahasiswa.“Kami membeli alat peracik ini kurang lebih 5 juta sebagai modal awal, kami bertiga mengumpulkan uang kemudian membeli alat-alat tersebut secara online,”ujar Eko. Kopinya terdiri dari kopi Robusta yang dibeli dari salah satu gerai nasional dan Kopi Pigubin yang berasal dari Pegunungan Bintang. “Jenis kopi yang kami jual terdiri dari kopi tubruk, kopi pour over (flat bottom), kopi sanger, kopi vietnam drip, dan kopi zaman now,” jelasnya.
“Saya paling suka kopi sanger karena dilihat dari teknik pembuatannya sangat unik karena cipta rasa dari sangrai kopinya sangat kuat,”ungkap Amiruddin yang sedang kuliah di Program Studi Ekonomi Syariah. Menurutnya, ada filosofi dari secangkir kopi. “Belajarlah meneguk dari secangkir kopi hitam, sepahit apapun hidup kita harus menikmati dan mensyukurinya,”imbuh Amin, panggilan akrabnya. Sedangkan bagi Ilyas, biji kopi mengajarkan bahwa segala sesuatu yang nikmat memerlukan proses panjang hingga tercipta dalam secangkir kopi dengan rasa yang berbeda. “Ada istilah beda tangan beda rasa, tapi dengan tujuan yang sama,” ujar mahasiswa Prodi Hukum tata Negara ini. Sebagai rekan kampus, Amin sangat mendukung kegiatan Eko dan teman-temannya.“Karena mereka dapat mengisi waktu luang di sela kuliah dengan kegiatan kerja yang bermanfaat apalagi menghasilkan pendapatan,” urainya. Setelah lulus kuliah kelak, Eko berharap ada generasi yang melanjutkan usaha mereka.
“Kami juga ingin dapat membuka cabang Stand di daerah Waena dan tempat lainnya di Jayapura,” ungkap Eko yang bercita-cita menjadi pengusaha ini. Jika rencananya berjalan lancar, ia juga ingin membuka lapangan kerja di daerah asalnya di Arso, Kabupaten Keerom.
Dihubungi terpisah, salah satu Dosen Prodi Perbankan Syariah, Sahudi, M.HI, mengatakan bahwa apa yang dilakukan mahasiswanya adalah jawaban dari tantangan masa depan.“Ini juga merupakan amanah UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang membentuk generasi cakap, kreatif, mandiri,” jelasnya.
Ia bangga dengan kreativitas positif para mahasiswa dalam berbagai hal.
“Kemandirian mereka sekarang adalah cerminan masa depan bangsa 20 tahun yang akan datang,” pungkasnya. “Kami ingin menjadi manusia yang bisa bermanfaat bagi orang lain,” tutup Ilyas. (Min/Zul/Her/Ran)