ARTIKEL | MENYIKAPI KEBINGUNGAN UMMAT DALAM PENENTUAN 1 SYAWAL 1441 H / 2020 M, DI MASA PANDEMI

Oleh Dr. H. Husnul Yaqin, S.HI, MH
(Direktur Program Pascasarjana IAIN Fattahul Muluk Papua)


Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya manaazila-manaazila (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) kepada orang-orang yang mengetahui” (Q.S. Yunus:5).
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila hilal tertutup awan atasmu maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya‟ban tiga puluh hari” (H.R. Mutafaq alaihi).

Pemikiran Hisab Rukyah Madzhab Rukyah
Dalam menentukan Hisab Rukyah menurut madzhab rukyah dan hisab terdapat beberapa
madzhab-madzhab kecil yang mempunyai perbedaan pendapat yang prinsip, dan Nahdhatul Ulama termasuk yang salah satunya madzhab di dalamnya. Madzhab-madzhab kecil tersebut muncul karena adanya perbedaan pemahaman Term Rukyah, diantaranya dalam hal:

a. Pemahaman Matla
Ada yang berpendapat bahwa hasil rukyah di suatu tempat berlaku di seluruh dunia, dengan argument bahwa Hadis-hadis hisab rukyah khitabnya ditujukan kepada seluruh umat Islam di dunia tanpa dibedakan oleh perbedaan geografis dan batas-batas daerah kekuasaan. Pemikiran inilah yang terkenal dengan rukyah Internasional yang dipegang oleh komisi penyatuan kalender Hijriyah Internasional.
Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa hasil rukyah di suatu tempat hanya berlaku di suatu daerah kekuasaan hakim yang mengitsbatkan hasil sebagaimana pemikiran yang selama ini dipegangi oleh ormas tertentu secara Institusi.

b. Pemahaman Keadilan
Dalam hal ini semestinya tidak murni permasalahan rukyah, namun sangat terkait dengan
permasalahan hisab. Karena penilaian bahwa seseorang adil” dalam hal melihat hilal, orang
menilainya sangat berkaitan dengan perhitungan hisab dimana hilal itu telah dilihat.
Permasalahan  ini  sebagaimana  dalam  kasus  1  Syawal  1412,  1413  dan  1414  H,  yang merupakan kasus tidak dapat diterimanya laporan rukyah karena masih di bawah ufuk, tahun
1418 juga telah terulang lagi, hanya saja terdapat perbedaan. Untuk tahun 1418 H pada waktu itu semua sistem sepakat bahwa pada saat matahari terbenam tanggal 28 Januari 1998, hilal 1 Syawal sudah wujud (diatas ufuk 0-1,5 derajat) tetapi belum imkanur rukyah. Berkaitan dengan itu, Musyawarah kerja hisab rukyah tahun 1998 belum bisa memutuskan 1 syawal 1418 H berdasarkan perhitungan yang ada karena belum imkanur rukyah.

Pemikiran Hisab Rukyah Madzhab Hisab
Sebagaimana pemikiran Madzhab  rukyah, Madzhab hisabpun juga  di dalamnya  terdapat
ragam pemikiran Madzhab-madzhab kecil sebagai dampak dari adanya perbedaan sistem yang dipakai atau yang dipegangi. Di Indonesia ini banyak sistem hisab yang berkembang, hanya saja jika dilihat dari dasar pijakannya terbagi pada dua macam yaitu hisab Urfi dan hisab Hakiki.

Hisab  Urfi  dalam  konteks ke–Indonesiaan  sebagaimana  dalam  pemikiran  hisab  rukyah madzhab tradisional ala Islam Jawa yang terekam dalam sistem Aboge dan Asapon. Sedangkan mengenai hisab hakiki dapat dipilah pada pendirian yang mendasarkan pada Ijtima, yakni sistem yang berpendapat bahwa hakekat bulan Qomariah itu dimulai sejak terjadinya Ijtima. Dalam kalangan pemikir hisab terkenal dengan istilah Ijtimaun Nayyirain Ithbatun Baynasy-syahrain, yang sesuai dengan ketentuan astronomi bahwa konjungsi merupakan batas antar dua  lunar months.
Kemudian Sistem hisab yang mendasarkan pada posisi hilal, yakni penentuan awal Qamariah tidak hanya didasarkan pada Ijtima‟ melainkan diperhatikan posisi hilal di atas ufuk saat terbenam setelah terjadinya Ijtima‟.

Dalam sistem ini terbagi menjadi tiga :
1.   Sistem yang berpedoman pada ufuk hakiki, yakni ufuk yang berjarak 90 derajat dari titik zenith. Prinsip utama dalam sistem adalah sudah masuk bulan baru. Bila hasil menyatakan hilal sudah diatas ufuk hakiki (positif) walaupun tidak imkanur rukyah. Sistem ini dikenal dengan sistem hisab wujudul hilal sebagaimana  prinsip yang dipegang oleh salah satu ormas secara institusi.
2.   Sistem yang berpedoman pada ufuk mar‟i, yakni ufuk hakiki dengan mempertimbangkan refraksi (bias cahaya) dan tinggi tempat observasi, sebagaimana pendapat yang dipegang mazdhab kecil (kalender) menara kudus.
3.   Sistem yang berdasarkan Imkanur Rukyah dalam posisi hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki atau mar‟i, awal bulan qomariyah masih tetap belum dapat ditetapkan, kecuali apabila hilal sudah mencapai posisi yang sudah dinyatakan dapat dilihat.
 Mengenai sistem Imkanur Rukyah para ulama’ ahli hisab dan rukyah serta para perwakilan organisasi masyarakat (Ormas) Islam mengadakan musyawarah tentang kriteria Imkanur Rukyah untuk  wilayah  Indonesia.  Dimana  keputusan  musyawarah  baru  dihasilkan  pada  tanggal  28
September 1998 sebagaimana berikut:
1.   Penentuan awal bulan Qomariyah (tanggal 1 Hijriyah) didasarkan pada sistem hisab Hakiki, Tahkiki dan Rukyah.
2.   Penentuan awal bulan Qomariyah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdloh, yaitu: awal Ramadhan, Syawal, dan awal Dzulhijjah ditetapkan dengan memperhitungkan hisab Hakiki, Tahkiki dan Rukyah.
3.   Kesaksian Rukyah dapat diterima apabila ketinggian hilal 20  dan jarak Ijtima‟ ke ghurub matahari minimal 8 jam.
4.   Kesaksian Rukyatul Hilal dapat diterima apabila ketinggian hilal kurang dari 20  maka awal bulan qomariyah ditetapkan berdasarkan Istikmal.
5.   Apabila ketinggian hilal 20 atau lebih, maka awal bulan qomariyah dapat ditetapkan.
6.   Kriteria Imkanur Rukyah tersebut diatas akan diadakan penelitian lebih lanjut.
7.   Menghimbau kepada seluruh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam mensosialisasikan keputusan ini.
8.  Dalam melaksanakan Isbat, pemerintah mendengarkan pendapat-pendapat dari organisasi kemasyarakatan Islam dan para ahli.

Dalam menanggapi ketetapan tersebut terdapat sesuatu yang menarik, yakni bahwa walau sudah disepakati adanya batasan Imkanur Rukyah, namun belum disepakati tentang boleh dan tidaknya penetapan awal bulan dengan berdasarkan pada Imkanur Rukyah. Dimana NU masih belum membolehkannya, sementara Muhammadiyah juga masih berpegang pada hisab Wujudul Hilal, walaupun dalam muker 1999/2000 baik NU maupun Muhammadiyah menyatakan akan membahas  masalah  kriteria  Imkanur  Rukyah  tersebut  pada  Muktamarnya  masing-masing. Namun sampai sekarang juga masih berpegang pada prinsipnya masing-masing, sehingga sekarang sistem Imkanur Rukyah ini terkesan sebagai madzhab pemerintah.


Lepas dari itu, lahirnya sistem Imkanur Rukyah yang ada di Indonesia menurut hemat saya karena terilhami adanya batas Imkanur Rukyah 20  yang lebih awal di putuskan oleh Komite Penyelarasan Rukyah dan Taqwin Islam MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Oleh karena itu, dengan melihat fenomena di atas, maka kiranya wajar jika di Indonesia selama ini sering terjadi perbedaan dalam penetapan awal dan akhir bulan Qomariyah sebagaimana yang terjadi pada akhir-akhir ini dalam penentuan 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri.

Hasil hisab awal bulan 1 Syawal 1441 H / 2020 M yang dibuktikan dengan rukyat hilal di Pantai Holtekamp Kota Jayapura Provinsi Papua sebagai berikut:

  Data
: Lintang Tempat
= 2° 36 32 LS


: Bujur Tempat
= 140° 46 42


: Tinggi Tempat
= 2 Meter


1.   Saat Ijtima’ akhir Ramadhan 1441 H
a.   FIB terkecil pada tanggal 22 Mei 2020 adalah 0,00043 dalam table terjadi pada jam
18 GMT
b.   ELM pada jam 18 GMT : 62°0605
c.   ALB Pada jam 18 GMT : 62°1438
d.   Sabak Matahari Perjam : 0°225
e.   Sabak bulan perjam                   : 0°3050
f. Ijtima  terjadi pada jam 26°4156,83(02J 41m 56,83d) WIT,  Sabtu wage, 23 Mei
2020

2.   Posisi dan keadaan hilal akhir ramadhan 1441 H
a.   Ijtima  terjadi pada   02J 41m 56,83d  WIT,  Sabtu wage, 23 Mei 2020
b.   Deklinasi Matahari Jam 03 GMT : 20° 27 24
c.   Equation of time(e) : 00° 0319
d.   Dip = 0°176 x √2 : 0° 1’ 25.93” e.   Refraksi : 00° 34’ 30”
f. Semi Diameter : 00° 15’ 47.89”
g.   Tinggi Matahari (hm) : -00° 51’ 43.82”
h.   Sudut waktu matahari terbenam(to) : 89° 56’ 50.19’’
i. Saat matahari terbenam (ghurub) : 17° 28’ 20.78’’
j. Azimuth Matahari Saat ghurub(AO ) : 290° 26’ 21.6”
k.   Al-Mathalai’ al-baladiyah Matahari : 59° 36’ 8.34”
l. Al-Mathalai’ al-baladiyah Bulan : 55° 44’ 22.34” m. Sudut waktu bulan : 93° 48’ 36.19” n.   Deklinasi Bulan : 16° 53’ 3.84”
o.   Tinggi hilal hakiki(h() : - 4° 24’ 4.12”
p.   Koreksi mengetahui tinggi hilal mar’i
- Horizontal Parallax(HP) : 0° 54’ 58.47”

- Parallax : 0° 54’ 48.74”
- Semidiameter : 0° 14’ 58.82”
- Refraksi : 0°5’47,65”
q . Tinggi hilal mar’I(h’() : - 4° 56’ 40.46’’
r .  Lama Hilal di atas ufuk : 0
s. Azimuth Bulan(A() : 286° 44’ 38.3”
t. Posisi Hilal : 3° 41’ 43.3”


3.  Berdasarkan  hasil  hisab,  karena  ketinggian  hilal  1  Syawal  1441  H  mencapai  -  4°  56’

40.46’’ , ketinggian tersebut Belum Memenuhi Had Imkanur Rukyah, maka 1 Syawal

1441 H Jatuh pada Hari Ahad Kliwon, 24 Mei 2020.


Adapun kepastian 1 Syawal 1441 H/2020 M mari kita bersama-sama menunggu hasil sidang istbat pemerintah, dalam hal ini akan diumumkan secara langsung oleh Menteri Agama RI yang Insyaallah akan dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2020 pukul 18: 30 WIB atau 20: 30 WIT. Semoga Ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT. Amiin Ya Rabbal ‟Alamiiin... (*)

Jayapura, 22 Mei 2020

Postingan populer dari blog ini

Musorma harus Menghasilkan Pemimpin yang Memiliki Integritas

IAIN Fattahul Muluk Papua Raih Akreditasi B dari BAN-PT