ARTIKEL | ZAKAT FITRAH DI MUSIM PANDEMI COVID-19
Oleh Atina
Rahmah, M.PdI.
(Dosen Fakultas
Tarbiyah IAIN Fattahul Muluk Papua)
Pengertian Zakat Fitrah
Bila dilihat dari segi
bahasa, zakat berasal dari kata az-zakaah yang artinya suci, tumbuh, berkah dan terpuji. Menurut
Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Pedoman
Zakat menjelaskan bahwa zakat
memiliki beberapa pengertian diantaranya;
Nama’ (kesuburan/berkembang). Makna Nama’ atau Numuw adalah bertumbuh. Artinya bahwa seseorang yang
berzakat nyatanya hartanya akan terus bertambah dan bertumbuh. Mungkin
terdengar tidak logis, karena kalau menggunakan hitung-hitungan matematika
dunia maka seharusnya harta yang dizakatkan menjadi berkurang. Pada
kenyataannya kalau menggunakan matematika Allah maka harta zakat sebenarnya menjadi
bertambah dan terus bertambah. Hal tersebut dikarenakan ada faktor kesucian dan
keberkahan atas harta yang telah dizakatkan.
Thaharah (kesucian). Thahara atau at-thahuru bermakna membersihkan atau mensucikan. Landasan dari
makna ini terdapat pada QS. At-Taubah[9] ayat 103. Makna thaharah juga menandakan bahwa orang-orang yang berzakat
dengan ikhlas lillahi ta’ala maka Allah akan mensucikan dirinya baik terhadap harta
maupun jiwanya sehingga ia bisa menjadi insan yang senantiasa terus merasa
damai dalam hidupnya.
Barakah (keberkahan). Secara sederhana makna al-barakatu adalah berkah. Keberkahan tersebut hadir dikarenakan
harta yang telah dizakatkan telah menjadi bersih dan suci dari kotoran.
Sehingga orang yang berzakat pada akhirnya akan dilimpahi keberkahan oleh Allah
SWT.
Al-madh (pujian), bahwa dengan berzakat seorang muzakki akan
mendapatkan keberkatan pada hartanya dan dengan sikap pemurah itu yang
bersangkutan akan mendapat pujian terutama dari Allah SWT.
Menurut istilah, zakat adalah sejumlah harta tertentu
yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu.
Imam Taqi al-Din dalam bukunya Kifayah al-akhyar juga
memberikan definisi tentang zakat yaitu nama
dari sejumlah harta tertentu yang diberikan kepada golongan orang tertentu dan
dengan syarat tertentu.
Sedangkan Fitrah diambil dari kata fitri yang
artinya berbuka puasa.
Apabila dua kata ini yaitu zakat dan fitrah digabungkan
maka maknanya mengandung unsur sebab akibat. Bila diuraikan, artinya zakat
fitrah adalah zakat yang diwajibkan karena muslim telah selesai menunaikan
puasanya di bulan Ramadhan.
Adapun pengertian lain yang umum diketahui, zakat
fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh muslim setahun sekali pada saat
menuju hari raya idul fitri. Landasan atas diterapkannya zakat tercantum dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Terdapat pada QS. Al-Baqarah[2] ayat 110 yang artinya,
“Dan dirikanlah sholat, dan
tunaikanlah zakat, dan kebaikan apapun yang kalian kerjakan bagi diri kalian,
tentu kalian akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Melihat apa-apa yang kalian kerjakan”.
Kemudian pada QS. At-Taubah [9] ayat 103 yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Selain mengambil dari Al-Qur’an, dalil tentang zakat
juga termaktub dalam hadist Nabi SAW, “Dari
Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi
bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah
dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan
mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. Bukhari no. 25;
Muslim no. 22).
Ketentuan Orang yang Wajib Zakat Fitrah (Muzakki)
Dari
beberapa keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukum zakat fitrah
adalah wajib. Orang-orang yang wajib berzakat disebut sebagai muzakki. Ada
beberapa ketentuan seseorang yang wajib untuk berzakat antara lain:
1.
Beragama Islam, karena zakat fitrah
diwajibkan bagi mereka yang muslim. Sebagaimana dalam hadist Nabi SAW, “Abu Bakar Ash-Shiddiq RA
berkata, inilah sedekah (zakat) yang diwajibkan oleh Rasulullah kepada kaum
Muslim” (HR. Bukhari). Adapun orang yang beragama Islam
setelah matahari terbenam di akhir Ramadhan tidak
diwajibkan untuk berzakat fitrah.
2. Merdeka, sehingga golongan yang
termasuk hamba sahaya tidak wajib membayar zakat.
3. Lahir sebelum idul fitri, sehingga
bila seorang anak lahir pas bulan ramadhan dan
sebelum hari raya idul fitri maka ia dikenakan wajib zakat.
4. Mempunyai harta yang lebih dari
pada kebutuhannya sehari-hari untuk dirinya dan orang-orang di bawah tanggungan
pada hari raya dan malamnya.
Dokter
dan perawat Pasien Covid-19 Berhak Menjadi Mustahik (sabiilillah/sabiilul khair)
Orang-orang yang berhak untuk mendapatkan zakat fitrah
disebut mustahik. Dalam hal ini, Allah sudah menegaskan kriterianya sebagaimana
firman Allah dalam QS. At-Taubah ayat 60 yang artinya,
“Sesungguhnya,
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah”.
Dari
keterangan ayat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mustahik/penerima zakat
yang sah dikategorikan ke dalam 8 golongan.
1. Fakir;
ialah mereka yang tidak memiliki apapun baik harta maupun kemampuan fisik
sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya.
2. Miskin; ialah mereka yang memiliki
harta namun harta tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
3. Amil; ialah pihak yang
mengumpulkan dan mendistribusikan zakat fitrah.
4. Mualaf; ialah mereka yang telah
berikrar dalam dua kalimat syahadat (masuk Islam) dan memerlukan bantuan
sebagai upaya menguatkan keimanan dan syariat.
5. Gharimin; ialah mereka yang
memiliki hutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang berhutang bukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya melainkan hanya untuk memenuhi
keinginannya maka tidak tergolong sebagai gharimin.
6. Ibnu Sabil; ialah mereka yang
sedang melakukan perjalanan namun kehabisan perbekalan. Adapun perjalanan
tersebut adalah perjalanan yang diniatkan dalam rangka ketaatan kepada Allah
SWT.
7. Fii Sabilillah; ialah mereka yang
memperjuangkan dakwah Islam dengan berbagai macam cara.
8. Hamba Sahaya; ialah mereka yang
belum merdeka namun ingin memerdekakan dirinya.
Kaitannya
dengan kemustahikan kaum medis yang menangani Covid-19 baik dokter ataupun perawat,
Ketua Umum Asosiasi Dai Daiyah Indonesia, Syarif Hidayatullah mengatakan,
tenaga kesehatan saat ini termasuk orang yang berhak menerima zakat. Dokter dan
perawat merupakan kelompok fiisabilillah. "Seperti dokter sekarang
dalam konteks perang, dia butuh macam-macam dan sekarang kan konteksnya dia ini
perang melawan corona di tengah-tengah negara yang mungkin anggarannya
terbatas," katanya melalui sambungan telepon, Jumat (17/04/2020). Menurut
pengurus Lembaga sosial Social Trust Fund (STF) ini, zakat dalam hal ini bisa
dikonversi menjadi peralatan medis seperti masker dan pakaian khusus penanganan
wabah. "Kalau butuhnya APD (alat pelindung diri), maka harusnya diberikan
APD."
Dalam
masa pandemi ini, maka jumlah mustahik zakat akan berpotensi bertambah banyak
jumlahnya.
Objek Zakat Fitrah di Musim Pandemi
Dalam hal objek untuk zakat fitrah memang ada dua
pandangan. Tiga ulama mazhab yaitu Maliki, Syafi’I dan Hambali menyatakan bahwa
zakat fitrah harus diserahkan dalam bentuk makanan pokok. Hal ini merujuk pada
hadist Nabi SAW, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’
kurma atau satu sha’ gandum.” (Shahih Bukhari, No.1503 dan Shahih Muslim, No.984).
Lain halnya dengan Mazhab Hanafi yang memperbolehkan
perubahan zakat fitrah dalam bentuk uang. Pendapat tersebut karena Hanafi tidak
melihat hadist hanya sebatas tekstual. Hadist tersebut dilihat secara
kontekstual dan harus dikondisikan sesuai maqashid syariah. Esensi zakat fitrah adalah
tercukupinya kebutuhan seluruh umat Islam khususnya pada hari raya idul fitri.
Ulama kontemporer, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi juga
memperbolehkan zakat fitrah dengan menggunakan uang. Hal ini didasarkan karena
melihat sejarah bahwa pada zaman Nabi makanan banyak terdapat di lingkungan
sekitar sehingga mudah mendapatkannya sedangkan perak dan emas masih menjadi
barang yang sangat berharga sehingga hanya sedikit orang yang memilikinya.
Dengan demikian, baik menggunakan komoditas berupa
beras ataupun uang kedua-duanya tetap sah.
Pada masa pandemi ini, Keadaan ekonomi masyarakat
lumpuh total, banyak para pekerja tidak tetap (swasta) kehilangan pekerjaan,
baik karena adanya peraturan pemerintah pysical distancing, social
distanching, lock down, stay at home yang merupakan usaha pemerintah
untuk memutus rantai penyebaran virus Corona maupun efek dirumahkan (PHK)
karena perusahaan tidak mampu menggaji. Hal ini menjadi penyebab masyarakat semakin
sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Oleh karena itu, maka
sebaiknya objek zakat fitrah yang harus dikeluarkan serta dibagikan kepada
masyarakat adalah zakat fitrah yang bersifat konsumtif (kebutuhan makanan pokok
sehari-hari) bukan yang sifatnya produktif.
Zakat Lewat Amil atau Langsung
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa amil
adalah pihak yang menerima dan menyalurkan zakat. Setiap seorang muslim hendak
menunaikan zakat ia harus menemui amil untuk menyalurkan zakatnya yang kemudian
akan disalurkan kembali oleh amil kepada mustahik yang memang berhak untuk
mendapatkannya.
Jikalau zakat yang diberikan ke amil akan
diberikan kepada mustahik, bolehkah zakat diserahkan langsung kepada mustahik
tanpa melalui amil?
Bila merujuk pada QS. At-Taubah ayat 60 tadi terdapat
kalimat “Ambillah Zakat”.
Ini menegaskan bahwa perlu adanya peran suatu pihak yang bertugas untuk
mengambil zakat. Dalam sejarah juga dijelaskan bahwa pelaksanaan zakat pada
masa Rasulullah SAW selalu melalui perantaraan amil.
Pemberian zakat melalui amil dilakukan agar zakat yang
diberikan dapat disalurkan secara profesional dan tepat sasaran. Dikhawatirkan
apabila zakat secara langsung maka penyerahan zakat belum tentu tepat sasaran.
Pemberian zakat secara langsung diperbolehkan apabila
di lingkungan tersebut tidak ada amil ataupun amilnya tidak memadai.
Waktu
Membayar Zakat Fitrah Di Musim Pandemi
Ada beberapa waktu dan hukum dalam
membayarkan zakat fitrah. Pertama, waktu mubah yakni pada awal Bulan
Ramadan sampai hari penghabisan Ramadan. Kedua, waktu wajib, yaitu saat
matahari terbenam di hari terakhir Ramadan menuju Idul FItri. Ketiga,
waktu sunah yakni Salat Subuh dan sebelum Salat Idul Fitri dilakukan. Keempat
adalah waktu makruh, setelah Salat Idul Fitri tetapi sebelum matahari terbenam
pada hari Idul Fitri.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini pembayaran
zakat fitrah dapat dilakukan lebih cepat, agar zakat tersebut bisa
didistribusikan kepada mustahik lebih cepat. Hal ini sesuai anjuran dari
menteri Agama Fachrul Razi (Jakarta, 6/4/2020) dan Sekretaris Jenderal
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, (17/4/2020).
Pada
masa pandemi Corona ini, masyarakat banyak yang membutuhkan bantuan untuk
memenuhi kelangsungan hidupnya sehari-hari, oleh karena itu pendistribusian
zakat harus segera dilaksanakan tanpa menunggu waktu menjelang hari raya Idhul
Fitri.
Zakat Daring di Musim
Pandemi
Zakat online atau tanpa tatap muka sudah dilakukan satu
dekade terakhir, dan semakin berkembang. Penyedia platform dari perbankan,
perusahaan financial technology (FinTech)
sampai e-commerce pun menyediakan pembayaran zakat secara
online.
Pembayaran
zakat secara online sangat disarankan selama pandemi virus corona. Kuncinya
adalah transparansi. Menurut Syarif Hidayatullah "Itu yang paling utama
(transparansi). Pakai ijab kabul terus tidak transparan itu malah bertentangan
dengan maksud ijab kabul itu."
Dalam
hal ijab Qabul secara langsung dan bertemu Menurut Sekjen MUI Anwar Abbas,
ketentuan tersebut tidak wajib, apalagi di masa pandemi. Menurutnya, umat Islam
sebaiknya meninggalkan sesuatu yang baik, seperti bersalaman demi menghindari
penularan virus corona. "Bersalaman itu tak wajib. Sementara menghindari
diri dari penyakit itu wajib. Jika Berbentur antara yang sunah dan yang wajib,
maka Yang wajib yang didahulukan."
Kementerian
Agama telah mengeluarkan panduan pengumpulan dan penyaluran zakat infak
dan sedekah (ZIS) saat terjadinya pandemi virus corona atau Coronavirus Disease
2019 (Covid-19). Menteri Agama Fachrul Razi meminta Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) sebisa mungkin meminimalkan pengumpulan zakat melalui
kontak fisik, tatap muka secara langsung dan membuka gerai di tempat keramaian.
Sebagai gantinya, Menag meminta OPZ melakukan sosialisasi melalui jemput zakat
dan transfer layanan perbankan. Panduan ini menurut Menag Fachrul merupakan
bagian dari Surat Edaran Menteri Agama Nomor 6 tahun 2020, tentang Panduan
Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah
Covid-19. Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan panduan beribadah
yang sejalan dengan syariat Islam sekaligus mencegah, mengurangi penyebaran, dan
melindungi pegawai serta masyarakat muslim di Indonesia dari risiko Covid-19.
(Jakarta, 6/4/2020). Wallaahu ‘Alam bi al-Showaab. (*)