ARTIKEL | DISPENSASI BAGI SUAMI ISTRI DI MALAM RAMADHAN. BAGAIMANAKAH ?????
Oleh: Dr. Moh.Wahib Abdul Aziz, Lc, MA.
(Wakil Dekan 2 Fakultas Syariah IAIN Fattahul Muluk Papua).
Salah satu bukti Islam Rahmatan Lil Alamin (memberi rahmat bagi alam semesta) adalah keringanan dalam beribadah puasa.Tidak ada yang sulit dan memberatkan di luar batas kemampuan manusia.
Islam menyeimbangkan kebutuhan rohani dan jasmani. Tujuan puasa untuk menempa dan menggembleng rohani manusia, agar menjadi orang bertakwa yang mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Namun kebutuhan jasmanipun tak dilupakan.
Dalam hal ini kebutuhan biologis pasangan suami isteri saat bulan Ramadhan.
Dalam hal ini kebutuhan biologis pasangan suami isteri saat bulan Ramadhan.
CATATAN:
1. Pada awal syariat puasa di tahun 2 hijriah, dilarang sama sekali berhubungan intim suami istri, baik siang maupun malam Ramadhan. Namun akhirnya Allah SWT memberikan dispensasi dan keringanan di malam hari.
Disebutkan dalam Tafsir Jalalain juz 1 hal 27:
“Suatu malam di bulan Ramadhan, Umar bin Khattab RA terlanjur mengajak istri untuk berhubungan badan. Beliau sangat menyesal dan mengadukannya kepada Nabi SAW.
“Suatu malam di bulan Ramadhan, Umar bin Khattab RA terlanjur mengajak istri untuk berhubungan badan. Beliau sangat menyesal dan mengadukannya kepada Nabi SAW.
Lalu Nabi menunggu wahyu turun. Akhirnya turun surat Al Baqarah ayat 187 tentang dispensasi “rafats” (bercampur/hubungan suami istri).”
احل لكم ليلة الصيام الرفث الى نساءكم.
Artinya: Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu”.
Alasan kebolehan ini:
علم الله انكم كنتم تختانون انفسكم فتاب عليكم وعفا عنكم
“Allah Maha Tahu kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri. Tetapi Dia menerima taubatmu ampuni kamu dan memaafkanmu”.
Dari redaksi ayat tersebut, bisa kita pahami bahwa Allah SWT begitu kasih sayang dan mengerti kondisi hamba-Nya. Tidak mungkin ia mampu menahan diri selama 1 bulan penuh siang malam.
2. Redaksi kata “arrafatsu” dalam ayat tersebut (dijelaskan dalam tafsir Jalalain) bermakna “Al Ifdha'” (hubungan suami istri). Kata yang sangat halus dan sopan untuk mendeskripsikan hubungan suami istri.
3. Durasi malam hari berlaku sejak maghrib terbenam matahari hingga fajar adzan subuh. Diupayakan tidak mepet waktu adzan subuh, untuk berjaga-jaga.
KAPAN WAKTU MANDI JUNUB?
Termasuk keringanan dalam ibadah puasa adalah waktu mandi junub (setelah berhubungan suami isteri). Mandi junub tidak diharuskan di malam hari. Namun boleh dilakukan setelah adzan subuh tiba. Dengan syarat saat adzan subuh, hubungan suami isteri sudah dihentikan.
Patut jadi perhatian, jangan sampai mandi junub ditunda hingga terbit matahari (syuruq).
Sebab batas terakhir shalat subuh adalah terbit matahari. Sedangkan suami istri berkewajiban shalat subuh. Dan harus didahului mandi junub agar suci dari hadats besar.
Sebab batas terakhir shalat subuh adalah terbit matahari. Sedangkan suami istri berkewajiban shalat subuh. Dan harus didahului mandi junub agar suci dari hadats besar.
DALIL:
Dasar kebolehan mandi junub setelah adzan subuh ini adalah hadits Nabi dari Aisyah RA:
كان رسول الله صلعم يصبح جنبا من غير حلم ثم يصوم
Rasul SAW pernah junub saat masuk waktu subuh, bukan karena mimpi (tapi karena berhubungan suami istri). Lalu beliau tetap lanjutkan puasanya.(HR Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain riwayat Aisyah RA:
كان رسول الله صلعم يدركه الفجر وهو جنب من اهله ثم يغتسل ويصوم
Pernah Rasul SAW masuk waktu subuh dalam keadaan junub karena berhubungan dengan isteri. Lalu beliau mandi dan lanjut puasanya.(HR Bukhari Muslim)
Namun DISUNNAHKAN mandi junub sebelum subuh. Dalam kitab Fathul Muin, Fikih Madzhab Syafii hal 58 dijelaskan:
وسن غسل عن نحو جنابة قبل فجر لؤلا يصل الماء الى باطن نحو اذنه او دبره
“Disunnahkan mandi junub sebelum subuh. Ini bertujuan supaya air tidak tembus ke dalam rongga telinga atau duburnya saat puasa”.
KASUS SUAMI ISTRI BANGUN KESIANGAN.
Terkadang suami istri bangun kesiangan setelah terbit matahari. Maka dalam hal ini suami istri segera mandi junub, lalu segera mengqadha/ganti shalat subuh.
Setelah itu tetap lanjut puasanya. Asalkan tidak sengaja dan tidak berulangkali, maka keduanya tidak berdosa. Puasanya tetap sah.
ALANGKAH MUDAHNYA ISLAM DITERAPKAN.
Wallahu A’lam (*)
Wallahu A’lam (*)