ARTIKEL | “KORONA, REFLEKSI NESTAPA MELAHIRKAN PERADABAN BARU"
Oleh Dr. Hb. Idrus Alhamid, S.Ag, M.Si(Rektor IAIN Fattahul Mulik Papua)
Suara Cendekia Poros INTIM
Disaat berita pilpres telah usang, di saat isu susunan kabinet terselesaikan melalui rekonsiliasi peradaban baru, di saat banyak elite menyuarakan senandung kota baru {pindahnya ibu kota negara}, kebanyakan diantara kita selalu dibuat bingung dengan diskusi yang mengetengahkan tema yang esensinya bukan cari solusi melainkan melebarkan masalah. Banyaknya PHK dimana-mana, sementara pekerja ‘aseng’ begitu mudah mendapat kesempatan kerja gemilang tak terbilang. kita tidak menyadari bahwa kita sedang memproduksi kemiskinan kultural dalam prahara ibu pertiwi karena tidak mempercayai SDM anak negeri sendiri.
Setiap situasi yang kita hadapai, melahirkan asumsi dalam api amarah dalam sangkaan tak bertepi. Mungkin setiap orang yang berada di negeri ini, mulai merasakan perbedaan perlakuan terhadap bumiputera pemilik kedaulatan di NKRI. Kolonialisme kapitalis merajalela, menghempitkan dada kaum jelata yang berada di desa-desa komunal dan kota metropolis, yang untuk itu mereka bertahan sebagai buruh yang upahnya terasa “hidup segan, mati tak mau”.
Mungkinkah pada puncaknya rakyat jelata dalam keheningan malam manjatkan do’a dalam pengaduan, yang pada akhirnya mendatangka murka Allah.
Jika hadirnya covid-19, bagian dari maksud Allah agar kita kembali ke habitat hidup dalam tradisi sebagai manusia yang memberi manfaat antara satu dengan lainnya, ataukah Allah sedang memberi pelajaran kepada setiap pemimpin bahwa setiap kebijakan harus berpihak pada kepentingan masyarakat tanpa membedakan antara kaya, miskin, jelata dan bangsawan.
Di bulan Ramadhan 1441 H/ 2020 M, dalam suasana kecemasan saat setiap anak bertanya kapan berakhir-nya covid-19 {virus korona}. Kita dapat melakukan refleksi dalam nestapa kausalitas kehidupan sehingga lahir peradaban baru, dimana setiap kita saling bersatu padu dalam menjaga kelangsungan hidup menuju “baldatun thoibah warabbun ghafur”. Kita harus sadari bahwa hidup itu “realita bukan cita-cita”. (*)
Jayapura, 28 April 2020.
By. Si hitam manis pelipur lara mengajak kita semua merenungi makna dibalik setiap kejadian. Itulah kebesaran Allah.