ARTIKEL | "RETORIKA DAN KEBOHONGAN PRAGMATIS"

Oleh. Dr.H. IDRUS ALHAMID
SUARA MINOR POROS INTIM

Istilah retorika, secara etimologi berasal dari bahasa latin “Yunani Kuno” (Rhetorica) yang berarti “seni berbicara”. Dalam bahasa Inggris kata retorika menjadi “Rhetroic” yang berarti “kepandaian berpidato atau berbicara”. Secara terminologi, retorika dikenal dengan istilah “The art of speaking”yang artinya “seni di dalam berbicara atau bercakap”, sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa, pengertian retorika ialah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana cara berbicara yang mempunyai daya tarik dan pesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya yang paling benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis tanpa melihat hubungan satu dengan lainnya, penting tujuan tercapai. Sikap prakmatis yg di tunjukkan oleh sebagian pimpinan dunia seperti Halnya Trump yang lihai dalam beretorika saat berhadapan dengan berbagai politisi ” Seolah-olah segala sesuatu normal, bahkan lebih baik” (baca: Imam Shamsi Ali : menapak jalan dakwah di bumi barat: 68). Kebohongan dalam retorika pragmatis sangat berbahaya dalam sistem meritokrasi layanan publik, karena untuk itu harus dapat dipahami bahwa kemajemukan adalah sunnatullah, sementara pragmatis adalah reproduksi kebudayaan manusia monarki absolute.
Disaat masalah Covid-19, mendera setiap penghujung negeri, saat yg sama terlihat kepanikan yang tergambar dalam retorika pragmatis. Agar tidak disalahkan maka setiap kebijakan di publikasikan dengan retorika yang menutupi maksud yang sesungguhnya dalam menyederhanakan solusi. Seharuanya atau setidaknya ” mengambil yang besar untuk menyelesaikan problem yang majemuk”, bukan menyisir yang kecil dalam balutan retorika kebohongan pragmatis. Sehingga ada retorika kaum hedonis bahwa, kita dianggap hebat kalau dapat menindas yang lemah, agar kepentingan kita kekal adanya.
Retorika dan kebohongan pragmatis saat menghiasi kehidupan dalam ekosistem dunia saat ini, dipastikan mempercepat datangnya murka Allah. Buah yang mulia saat di atas dia memberi manfaat dan saat di bawah dia mampu berikan soluai humanis dalam setiap kehidupan.
{ Tulisan sebagaimana tersebut di atas, merupakan akumulasi dalam renungan terhada fenomena yang belakangan ini terjadi. Bukan pembagian sembako sebagai satu-satunya solusi, melainkan penguatan sumber mikro ekonomi kerakyatan yang harus dipertahankan.
Jayapura, 21/04/2020
By. Si Hitam Manis Pelipur Lara. Yang selalu untuk Nusantara Jaya.

Postingan populer dari blog ini

Musorma harus Menghasilkan Pemimpin yang Memiliki Integritas

IAIN Fattahul Muluk Papua Raih Akreditasi B dari BAN-PT