ARTIKEL | "MENILIK INTENSITAS UKHUWAH” (Rekonsiliasi Ukhuwah yang Terabaikan)


Oleh Dr. Zulihi, M.Ag
(Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah IAIN Fattahul Muluk Papua)

(Tetangga bagian dari struktur terkecil di masyarakat yang tinggal atau berada di sekeliling rumah seseorang, sangat layak untuk dihargai dan dihormati, sebagaimana menyayangi diri sendiri. Begitu mulianya seorang tetangga, hingga Rasulullah megumpamakannya seperti satu tubuh, Jika salah salah tubuh yang sakit, maka tubuh yang lain ikut juga merasakan sakit.” Ditengah wabah Corona (Covid-19) yang sedang melanda dunia saat ini, bertepatan pula dengan datangnya bulan suci ramadhan, maka sikap kedermawanan sosial melalui shadaqah bagi orang yang memiliki kemampuan harus lebih dikedepankan).


Islam adalah agama yang hadir di muka bumi dengan membawa seluruh rangkaian ajaran yang sangat sempurna. Kesempurnaannya meliputi segala bidang dan tata aturan yang lengkap, serta komprehensif. Dikatakan komprehensif, karena tidak satupun dari nilai-nilai universalitas ajarannya yang tertinggal, semuanya telah terangkum dalam pedoman pokoknya, yaitu Alquran dan Hadis. Salah satu nilai-nilai universalitas Islam yang pokok dalam Alquran, ialah begaimana membangun ukhuwah Islamiah antarsesama manusia, terlebih dengan saudaranya yang seakidah. Dalam konteks ini, Islam memberikan penegasan melalui firman-Nya, yaitu, Dimana saja engkau berada pastilah akan ditimpa kehinaan, terkecuali engkau berpegang teguh kepada tali agama Allah dan tali sesama manusia. (Alquran Surah Al-Imran:113).
Dalam konteks ayat tersebut, Allah SWT memberikan penegasan terhadap segenap manusia agar selalu melakukan jalinan kasih dengan saudaranya (Ukhuwah Islamiah) secara terstruktur dan terintegrasi sehingga terbentuk harmonisasi dalam hidup dan kehidupan di bumi. Dalam konteks ini, ajaran universalitas Islam sangat memberikan penekanan dan penegasan terhadap pelaksanaan nilai-nilai akhlak terpuji (Mahmudah) kepada sasama manusia yang semestinya selalu terimplementasi secara terintegrasi, yaitu ukhuwah Islamiah kepada tetangganya. Tetangga merupakan bagian dari struktur terkecil dimasyarakat yang tinggal dan berada disekeliling rumah seseorang, namun memiliki pengaruh yang kuat terhadap strata sosial dalam kehidupan manusia.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam dinamika sosial bermasyarakat, tetangga sudah semestinya menjadi orang yang patut untuk dihargai dan dihormati, sebagaimana layaknya menyayangi diri sendiri. Begitu mulianya menjalin hubungan kasih dalam bentuk ukhuwah Islamiah kepada tetangga hingga Rasulullah saw memberikan perumpamaan seperti satu tubuh yang sakit. Untuk itulah Rasulullah saw menjelaskan salam Sabda-Nya: Orang-orang mukmin bagaikan satu tubuh jika salah satu tubuh merasakan sakit, maka yang lain ikut merasakan sakit. (HR. Muslim). Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan pendidikan kepada segenap manusia agar selalu menjadikan tetangganya sebagai benteng kekuatan pada saat dibutuhkan menjadi yang terdepan dikala keluarga jauh dimata. Artinya pada saat keluarganya sangat jauh dari tempat tinggal ataupun diperantuan. Sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka tetanggalah merupakan garda terdepan yang siap untuk membantu dan menolong, baik dikala senang maupun susah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam konteks menjalani roda sosial di masyarakat harus selalu menjalin hubungan baik dengan tetangganya. Menjalin hubungan baik kepada tetangganya, tanpa harus memandang strata sosial dan kelas sosial. Maka dari itulah Rasulullah saw memberikan penegasan kembali agar bagaimana setiap umat manusia harus selalu berbuat baik kepada tetangganya. Begitu penting dan mulianya menjalin hubungan baik kepada tetangga, hingga Rasulullah saw menghubungkan konteks tersebut dengan keimanan dan hari kebangkitan (Hari Akhir). Berikut penjelasan Rasulullah SAW, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian hendaklah berbuat baik kepada tetangga.” (HR. Bukhari).
Dalam konteks berbuat baik tentu konotasinya begitu universal, yaitu meliputi berbagai aspek dalam kehidupan, baik jasmani maupun rokhani, dan bahkan keterpenuhan pada skala primer dan sekunder, jikalau saudaranya memiliki kebutuhan yang serba berkecukupan, alias mampu dari sisi ekonomi, maka wajib hukumnya membantu saudaranya atau tetangganya. Namun terkadang nilai-nilai yang sungguh terpuji (Mahmudah) ini seakan-akan menjadi terbalik arah. Lihatlah realitas umumnya terjadi di masyarakat saat ini, bahwa nilai-nilai universalitas ajaran agama yang dianut dan diyakininya masih dianggap terabaikan dari segala sisi. Artinya kontekstualisasi ajaran agama sebagaimana Rasulullah saw tegaskan melalui sabda-Nya masih dianggap belum mencerminkan orang yang berperilaku keberagamaan. Betapa tidak, masih banyak terdapat saudaranya atau tetangganya merasa terzhalimi dan tersakiti dengan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian pula halnya dengan strata sosial yang disandangnya atau dimilikinya terkadang menjadi alat untuk menjaga jarak dalam berinteraksi akibatnya instensitas ukhuwah Islamiahnya sebagaimana diperintahkan oleh ajaran Islam semakin jauh dan boleh jadi tidak terimplementasi secara terintegrasi. Demikian pula halnya dengan pangkat dan jabatan, serta gelar kehormatan yang dimilikinya, juga menjadi sebab rengangnya instesitas ukhuwah Islamiah dengan tetangganya. Terkadang pula, dalam realitas yang masih jelas terlihat saat ini, yaitu orang yang memiliki kemampuan dari sisi ekonomi, hanya mampu berbuat baik kepada tetangganya secara musiman, karena boleh jadi ada target-target tertentu yang menjadi sumber inspirasinya dan motivasinya. Fenomena tersebut, memang sebuah realitas sosial yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari dan inilah fakta yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Melihat berbagai fakta tersebut, maka Rasulullah SAW sebagai salah satu ciri orang yang tidak masuk kedalam syurga, meskipun yang bersangkutan telah melakukan ibadah dan amal shaleh, sebab menjalin hubungan baik kepada tetangganya tidak dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata.
 Dalam konteks tersebut diatas, Rasulullah SAW bersabda: Seseorang berkata: Wahai Rasulullah; Sesungguhnya Fulanah banyak melakukan shalat, sahadaqah, dan puasa. Hanya saja dia menyakiti tetangganya dengan lisannya. Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Fulanah sedikit melakukan puasa dan shalat tetapi dia bershadaqah dengan beberapa potong keju dan tidak menyakiti tetangganya. Rasulullah saw bersabda: Dia masuk syurga. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Hakim). Demikian juga halnya, sangat terlihat dengan jelas dalam kehidupan sosial di masyarakat, terkadang perilakunya tidak membuat tetangganya menjadi aman, nyaman, dan tenteram dalam menjalani kehidupan. Dalam hal ini sampai Rasulullah menghubungkan sikap dan perilaku tersebut dengan keimanan. Sebagaimana Raslullah bersabda: Demi Allah, tidak beriman, Demi Allah, tidak beriman, Demi Allah tidak beriman! Nabi di Tanya, Siapa Wahai Rasulullah, Nabi menjawab, adalah orang-orang yang tetangganya tidak merasa aman tenteram karena perbuatannya. (HR. Muttafaqalaih).
Melihat begitu pentingnya berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai Rasulullah SAW memberikan peringatan (Warning), yaitu menjadi terhalangnya seseorang masuk ke dalam syurga. Peringatan Rasulullah saw tersebut, semestinya menjadi bahan introspeksi diri (Muhasabah) agar dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dimasa lalu yang masih dianggap terabaikan, yang mungkin saja akibat keterbatasan ilmu atau bisa saja telah memahami namun masih belum terimplementasi dan terealisasi secara terintegrasi. Untuk itulah mumpung Allah swt masih memberikan hambanya untuk menghirup udara kesejukan di dunia ini, setidaknya harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk selalu berbuat baik kepada saudaranya atau tetangganya.
Untuk merealisasikan perbuatan baik dan menebus kesalahan-kesalahan, serta dosa-dosa kezhaliman dimasa lalu, maka saat ini merupakan momentum yang sangat tepat sekiranya bisa untuk dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin untuk menjalin ukhuwah Islamiah dengan tetangga dengan cara menengok dan melihat secara dekat tentang kondisi mereka. Sebagaimana deketahui bahwa realitas yang terjadi saat ini diberbagai belahan dunia sedang dilanda wabah yang disebut dengan Corona (Covid-19). Wabah tersebut hampir melumpuhkan semua sisi dan bidang, hingga saat ini masih belum terlihat dengan jelas kapan ujung pangkalnya akan berakhir.
Memang kondisi wabah virus Corona (Covid-19) saat ini, boleh dikatakan sangat berkepanjangan dan sungguh membuat sebagian masyarakat terkena dampaknya. Dampak dari wabah virus Corona (Covid-19) ini masyarakat sudah mulai gelisah, resah, dan panik, betapa tidak banyak diantara saudara-saudara kita yang kehilangan pekerjaaan, mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga dirumahkan, akibat ulah wabah tersebut, sehingga badan, perusahaaan, dan instansi sekalipun sudah tidak bisa lagi untuk bertahan dalam menggaji kariyawan-kariyawannya. Intinya dalam kondisi wabah yang berkepanjangan ini adalah masa-masa sulit atau masa pecekelik, sehingga bagi seseorang yang memiliki rezeki lebih yang Allah titipkan kepada mereka diharapkan untuk mempunyai sikap saling tolong menolong, bantu membantu kepada sesama tetangganya yang saat ini lagi membutuhkan uluran tangan darinya.
Selain itu, dalam kondisi wabah saat ini, maka sikap terpuji berupa kedermawanan sosial diantara sesama tetangganya harus lebih dikedepankan, agar saudara-saudara kita merasa terbantu dalam meringankan beban mereka, sehingga dapat melakukan ibadah dan amal shaleh sebagaimana biasanya. Untuk itulah dalam suasana wabah Corona (Covid-19) saat ini dan juga bertepatan dengan datangnya bulan suci ramadhan, yaitu bulan yang agung yang penuh dengan berkah, rahmah, dan ampunan merupakan momentum yang tepat yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh segenap umat muslim untuk meningkatkan ibadah dan amal shaleh secara totalitas, yang tujuannya meraih derajad taqwa. (Lihat Alquran Surah Al-Baqarah:183).
Sehubungan dengan konteks tersebut, maka pada bulan ini pula bagi hamba Allah yang beriman dapat memanfaatkannya untuk meraih pahala yang berlipat ganda, jikalau mengetahui betapa banyak hikmah dan keistimewaan yang terkandung didalamnya. Dalam kondisi wabah Corona (Covid-19) yang berkepanjangan saat ini, mengajak kepada segenap hamba Allah yang beriman untuk selalu menebar kebaikan sebanyak-banyaknya untuk saudara-saudaranya atau tetangganya dalam rangka meraih kemuliyaan di sisi Allah. Sungguh ironis dan bahkan teragis jika disaat masa-masa sulit dan paceklik saat ini, setiap hamba Allah yang diberikan rezeki yang berkecukupan lalu hanya sekedar menjadi penonton dan pendengar, seakan-akan sudah tidak berdaya, namun tidak mau menjadi pemain inti.
Artinya disaat ini merupakan nuansa yang sungguh sangat sulit akibat Corona (Covid-19) sikap yang ditunjukkan masih kurang peduli menengok tetangganya yang merasa kesulitan, akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), di rumahkan, dan bahkan kehilangan pekerjaan dan atau tidak bisa bekerja. Lalu sikap yang ditunjukkan hanya berdiam diri dan tidak tanggap terhadap nasip tetangganya atau saudaranya, maka dirinya tidak akan dikatakan sebagai seorang mukmin. Namun sikap jeltmen bagi seorang mukmin sejati adalah jikalau mengetahui tetangganya atau saudaranya merasa kesulitan, maka tanpa pamrih harus membantu melepaskan penderitaan dan kesulitannya. Akibat dari seseorang yang selalu memiliki sikap kepedulian dan membantu melepaskan kesulitan kepada tetangganya, saudara-saudaranya maka di yaumil qiyamah nanti Allah swt akan membantu melepaskan kesulitannya menuju ke syurga.
Begitu mulianya tetangga yang harus diperhatikan, dihargai dan dihormati, hingga Rasulullah saw menyatakan dengan tegas dan lugas bahwa:Tidak dikatakan orang yang beriman orang kenyang  sedangkan tetangganya disampingnya kelaparan. (HR. Bukhari). Oleh sebab itu dalam hadis ini terdapat dalil yang sangat jelas, bahwa haram hukumnya bagi seseorang yang kaya dan memiliki kehidupan yang berkecukupan untuk membiarkan para tetangga atau saudara-saudaranya seiman dalam keadaan lapar. Sehubungan dengan maksud tersebut, maka kedatangan bulan suci ramadhan saat ini merupakan penghibur hati bagi seseorang mukmin untuk meraih pahala yang berlipat ganda. Salah satunya melalui amalan shadaqah. Demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu selalu memiliki sifat kedermawanan. Allah swt benar-benar sangat memuliakan orang yang gemar untuk bershadaqah. Dalam Alquran Allah menjelaskan: Sesungguhnya orang yang bershadaqah baik laki-laki ataupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah lipat gandakan ganjarannya dan bagi mereka pahala yang banyak. (Alquran Surah Al-Hadid: 18).
Selain itu orang yang gemar bershadaqah, maka terdapat pintu syurga yang tidak bisa dimasuki selain orang yang dermawan (Shadaqah). Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda: Orang-orang yang menyumbangkan dua harta dijalan Allah, maka Ia akan dipanggil oleh salah satu pintu syurga. Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan. Jika Ia berasal dari golongan orang-orang yang shalat, maka ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari pintu mujahid, maka akan dipanggil melalui pintu jihad, dan jika Ia berasal dari golongan orang yang gemar shadaqah, maka akan dipanggil dari pintu shadaqah. (HR. Bukhari). Dengan demikian Rasulullah saw hadir dimuka bumi ini dengan membawa risalah kepada umat manusia untuk menjadi teladan dan contoh yang baik. Dalam konteks ini beliau adalah orang yang paling dermawan. Bahkan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi kalau dibulan suci Ramadan. Dalam hal ini Rasulullah bersabda: Rasulullah SAW adalah orang yang paling berani dan dermawan. (HR. Bukhari). Wallahu Alamu Bissawab. Semoga bermanfaat. (*)

Postingan populer dari blog ini

Musorma harus Menghasilkan Pemimpin yang Memiliki Integritas

Mubes UKM Pencak Silat : Buat Gebrakan ke Publik

KPPN Award : IAIN FM Papua Terima Dua Penghargaan Sekaligus