NISHFI SYA’BAN MALAM BARA’AH
Oleh:
Dr. H. Marwan Sileuw, S. Ag., M. Pd
(Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua)
15 Pebruari 2025
Manusia atau
hamba Allah, Allah subhanahu wata’ala memberikan menyiapkan momen-momen penting
dalam kehidupannya. Menurut Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar bahwa momen
bermakna waktu yang pendek, saat.[1] Dalam
istilah waktu, dimaknai sebagai seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau
keadaan berada atau berlangsung, lamanya (saat tertentu).[2] Orang barat
mengatakan bahwa ‘Time is Money’ atau ‘Waktu adalah
Uang. Orang Islam, waktu lebih mulia dan lebih berharga dari itu. Bagi seorang
muslim “waktu adalah pahala”, waktu adalah rezeki yang Allah limpahkan kepada
kita, waktu adalah kesempatan yang Allah berikan kepada seorang hamba untuk membekali
dirinya dengan ketaatan.[3]
Sayidina Ali mengatakan,
“Waktu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, maka dia akan
memotongmu”.[4]
Ibnul
Qayyim rahimahullah pernah mengatakan tentang hakikat waktu
ini, “Waktu seseorang hakikatnya adalah umur kehidupannya. Dan itu akan
menjadi modal serta kesempatan untuk meraih kehidupan abadinya dalam
kebahagiaan abadi, atau menjadi sebab keberadaannya yang menyedihkan dalam
siksa yang pedih. Dan waktu berlalu seperti awan. Jika waktunya tersebut dia
habiskan untuk Allah dan di sisi Allah, maka itulah (hakikat) kehidupan yang
sebenarnya. Dan jika untuk selain itu, maka tidak dihitung sebagai bagian dari
hidupnya, sekalipun dia menjalani kehidupannya seperti hewan ternak (hanya
makan, minum, dan tidur saja). Dan jika dia habiskan waktunya untuk melakukan
sesuatu yang sia-sia dan melalaikan serta dipenuhi dengan harapan-harapan
palsu, dan cara terbaik yang bisa dia lakukan untuk melewatinya hanyalah dengan
tidur dan bermalas-malasan saja, maka matinya orang tersebut lebih baik dari
pada hidupnya.”[5]
Semua
pemaknaan waktu tersebut di atas, merupakan pemaknaan secara umum yang
menunjukkan bahwa begitu penting waktu yang diberikan Allah subhanahu wata’ala untuk
hamba Allah. Apalagi waktu atau saat yang diistimewakan oleh Allah subhanahu
wata’ala bagi hamba Allah. Justeru sangat lebih rugi lagi apabila tidak
dimanfaat dengan sebaik-baiknya. Olehnya itu, dari makna tersebut, di sini
dimaknai sebagai waktu atau saat yang tepat bagi seseorang melakukan suatu
aktivitas. Baik aktivitas yang berkaitan dengan ibadah, berdoa maupun kegiatan
penting lainnya. Waktu atau saat yang yang tepat tersebut dikenal dengan
istilah waktu atau saat yang istimewa.
Ada berbagai
waktu atau saat yang Allah subhanahu wata’ala memilih untuk dilakukan ibadah,
berdoa dan lainnya, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman sebagai berikut:
اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ
عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Terjemahnya:
Sesungguhnya salat itu merupakan
kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin (Q.S An-Nisa
ayat 103).[6]
Memperhatikan terjemahnya
ayat ini, dipahami bahwa Allah subhanahu wata’ala memberitakan ketentuan
waktu-waktu salat bagi orang-orang beriman. Ketentuan waktu dimaksud
sebagaimana dirasakan dan dilaksanakan pada waktu-waktu salat sejak awal turun
perinta-Nya utamanya salat wajib. Termasuk juga ketentuan waktu bagi
salat-salat sunah bagi orang-orang beriman.
Allah subhanahu
wata’ala memilih waktu atau saat untuk salat Zuhur di pertengahan siang hari,
memilih waktu atau saat untuk salat Ashar di sore hari, memilih waktu atau saat
awal malam untuk salat Maghrib, memilih waktu atau saat malam hari untuk salat
Isya, dan akhir malam atau awal siang untuk salat Subuh.
Memilih waktu
salat sunnah Ied di waktu atau saat pagi hari matahari naik, memilih waktu
Dhuha di pagi hari hingga menjelang masuk waktu Zuhur, memilih waktu salat
Qiyamullail di waktu jam 24 turun dan lain sebagainya. Begitu pula ada waktu
atau saat yang tepat yang dipilih Allah subhanahu wata’ala guna berdoa. Ada
waktu tepat atau saat tepat antara Azan dan Iqamah dipilih Allah subhanahu
wata’ala untuk berdoa, waktu atau saat tepat khatib duduk antara dua khutbah
dipilih Allah subhanahu wata’ala untuk berdoa, waktu atau saat tepat pada saat
sujud dalam salat dipilih Allah subhanahu wata’ala untuk berdoa dan lain
sebagainya.
Tentu saja,
pilihan-pilihan waktu atau saat yang ditetapkan Allah subhanahu wata’ala baik
untuk salat dan berdoa atau lainnya sangat urgen dalam kehidupan manusia. Tidak
serta merta dipahami fatamorgana, tetapi sangat diyakini kebenaran dan
keutamaan di balik ketentuan waktu atau saat yang tepat bagi kepentingan hamba
Allah. Walaupun setiap waktu dan atau setiap saat adalah kesempatan untuk
berdoa. Dimana ketentuan atau pilihan waktu atau saat tersebut adalah dari
Allah subhanahu wata’ala sehingga tidak sedikitpun keraguan padanya. Sebagaimana
penjelasan dari makna terjemahan Q.S An-Nisa ayat 103 di atas.
Kaitannya
dengan waktu atau saat tertentu yang ditentukan Allah subhanahu wata’ala
sebagai waktu istimewa dalam beribadah dan berdoa serta berkatifitas seorang
hamba, maka hal demikian seperti waktu atau saat malam 15 di bulan Sya’ban.
Dimana, pada malam 15 di bulan Sya’ban ini, dikenal dengan malam pertengahan
Sya’ban atau dalam bahasa arab disebut sebagai Nishfi Sya’ban. Selain sebutan
ini, ada juga sebutan lain yang pemaknaannya menyelimuti sejumlah keberkahan
Allah subhanahu wata’ala yaitu sebutan malam Bara’ah.
Artinya bahwa,
sebutan malam Bara’ah ini, memberikan keyakinan kuat dari setiap hamba Allah yang
beriman tentang keberkahan Allah subhanahu wata’ala yang terjadi dan
tercurahkan di bumi pada malam 15 di bulan Sya’ban. Nama menunjukkan kemulian,
keistimewaan dan keagungan. Ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa
sebutan malam Bara’ah ini, benar-benar tercurahkan keberkahan Allah subhanahu
wata’ala padanya. Di antara diindikator tersebut adalah sebagaimana diberikut
ini:
1.
Malam
pertengahan bulan Sya’ban (nishfi Sya’ban) merupakan malam hari raya para
malaikat. Tentunya saja semua malaikat tanpa kecuali, turun di bumi untuk
memeriahkan malam tersebut. Jika para hamba Allah melakukan berbagai amalan di
malam tersebut, baik shalat, berzikir, membaca Al-Qur’an, menghatamkan
Al-Qur’an dan lainnya, maka tentu ikut mendapat keberkahan malam tersebut,
karena ikut serta dalam memakmurkan malam hari raya para malaikat.
2.
Malam
tersebut semua pintu-pintu langit dibuka. Setiap pintu-pintu langit tersebut
terdengar seruan para malaikat dengan motif-motif seruan yang berbeda antara pintu langit
satu dengan pintu langit lainnya. Seruan-seruan itu kepada hamba Allah di bumi
yang ikut memerihkan dan memakmurkan malam tersebut.
3. Di akhir malam tersebut, Rasul
Sallallahu alaihi wasallam mengakhiri aktivitasnya dengan menyampaikan permohonan
perlindungan kepada Allah subhanahu
wata’ala dengan 3
perlindungan, yaitu; 1) berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, 2) dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu, 3) berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu.[7]
Demikian tulisan ini dituliskan, semoga dapat memberikan
keberkahan bagi setiap hamba Allah. (*)
*Taburkan kebaikan kapan dan di mana pun kita
berada, walaupun hanya sekejap dalam pikiran, ucapan dan perbuatan kita*.
[1]TIM Redaksi,
Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011, hal. 329.
[2]TIM Redaksi,
Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, 2011, hal. 607
[3]https://muslim.or.id/88853-nikmat-waktu-dalam-pandangan-seorang
muslim.html, 2025, muslim.or.id
[4]Www,
diakses Kamis, 13 Pebruari 2025, jam 21.00 WIT
[6]Kementerian Agama, .Al-Qur’an dan Terjemahnya.
(Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat urusan
Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah, 2012. h.
[7]Imam Baihaqi, Fadla’ilul Auqat (Makkah
Al-Mukarramah, Maktabah al-Manarah: 1990), h. 126-128.